Hal-hal Yang Semestinya Diperhatikan Seorang Murid

Ebook

Oleh : Rahmah Khairani, S.Pd.

Tulisan kali ini akan melanjutkan adab-adab tentang murid dengan dirinya sendiri. Yang keenam, diantara faktor paling besar yang membantu menuntut ilmu, memahaminya, dan menyingkirkan kejenuhan, adalah makan dengan kadar ukuran yang sedikit dari yang halal. Ibnu ar-Arumi dalam diwannya bersyair, “Sesungguhnya penyakit, kebanyakan yang kamu lihat pemicunya berasal dari makanan atau minuman.” Tidak ada seorang wali dan imam ulama yang menyifati atau disifati sebagai orang yang bersyukur dengan banyak makan, dan dipuji karenanya, sebab yang dipuji karena banyak makan hanya hewan yang tidak berakal.

Dalam perkara makan, seorang penuntut ilmu hendaknya tidak berlebihan meskipun itu makanan yang halal. Cukuplah makan untuk sekedar menegakkan tulang sulbinya. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

“Tidak ada tempat yang lebih jelek daripada memenuhi perut keturunan Adam. Cukup keturunan Adam mengonsumsi yang dapat menegakkan tulangnya. Kalau memang menjadi suatu keharusan untuk diisi, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Ahmad, 4:132 Tirmidzi 2380, dan Ibnu Majah 3349)

Baca Juga : Wahai Murid, Beradablah bagi Dirimu Sendiri!

Ketujuh, hendaknya menghiasi diri dengan sifat wara’ dalam segala urusannya, mengambil yang halal untuk makanan, minuman, pakaian, tempat tinggalnya, dan dalam segala apa yang dia dan keluarganya butuhkan, agar hatinya bercahaya dan layak untuk menerima ilmu dan cahaya ilmu, serta mengambil manfaat dari ilmu. Hendaknya penuntut ilmu meneladani Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dalam sifat wara’. Dikisahkan bahwa beliau tidak memakan sebiji kurma yang beliau temukan di jalan karena takut ia adalah kurma sedekah padahal kecil kemungkinan kurma itu harta sedekah.

Ebook-1

Penuntut ilmu patut menggunakan rukhshah (keringanan) pada tempatnya saat dibutuhkan dan saat ada alasannya agar diteladani padanya. Karena  sesungguhnya Allah Ta’ala menyukai apabila rukhshah-rukhshahnya dilakukan sebagaimana Allah membenci kemaksiatan terhadapNya dilakukan.

Delapan, meminimalkan makanan yang memicu kebodohan. Hendaknya meminimalisir makanan yang merupakan sebab kelemahan akal dan ketumpulan indera seperti apel asam, baqilla, dan minum cuka, demikian juga makanan yang menyebabkan banyaknya dahak yang mengumpulkan otak dan memberatkan badan seperti banyak minum susu, makan ikan, dan yang sepertinya.

Baca Juga : Wahai Guru, Pahamilah Muridmu!

Sembilan, hendaknya menyedikitkan tidur selama hal itu tidak berdampak negatif terhadap tubuh dan otaknya, tidak tidur lebih dari delapan jam dalam sehari semalam, yaitu sepertiga waktunya, jika dirinya bisa tidur kurang darinya, maka hendaknya dia melakukannya.

Boleh merehatkan diri manakala khawatir bosan. Sebagian ulama besar mengumpulkan murid-muridnya di sebagian tempat rekreasi di sebagian waktu dalam setahun, mereka bersenda gurau dengan sesuatu yang dibolehlan dalam agama, yang tidak menciderai kehormatan.

Sepuluh, hendaknya memutuskan pergaulan, karena meninggalkannya termasuk perkara yang paling penting bagi penuntut ilmu apalagi untuk lawan jenis dan khususnya untuk orang yang banyak main-mainnya dan sedikit berpikir, karena tabiat manusia itu menular.

Diantara apa yang diriwayatkan dari Ali radhiyallahu’anhu, “Janganlah berkawan dengan orang bodoh, jauhi dia. Berapa banyak orang bodoh yang menjerumuskan orang yang berakal manakala dia berkawan dengannya. Seseorang ditimbang dengan orang lain manakala dia berjalan bersamanya.

Demikianlah adab-adab seorang murid dengan dirinya sendiri. Semoga kita dapat mengamalkannya. Insya Allah selanjutnya akan dibahas adab murid bersama gurunya. Wallahua’lam bish showab.

Sumber : Kajian Kitab Tadzkiratussami’ wal mutakallim.

Ebook-2

Leave a Comment