Oleh : Abdullah Efendi, S.Pd., M.Pd. | Konsultan Pendidikan Holistik Profetik
Dalam beberapa tahun terakhir, kampus-kampus di Indonesia menghadapi fenomena yang mencolok: program studi filsafat, sosiologi, dan ilmu-ilmu kemanusiaan mengalami penurunan peminat, sementara program studi berbasis digital dan teknologi melonjak tajam. Banyak yang menilai ini sebagai tren biasa, namun jika ditinjau dari sudut pandang peradaban Islam, fenomena ini memiliki makna yang jauh lebih dalam.
Berdasarkan Statistik Pendidikan Tinggi (Kemendikbud, 2023): Pendaftar prodi Filsafat turun 18% dalam 4 tahun terakhir. Pendaftar Sosiologi turun 11%. Dan Program studi Sejarah turun 14%. Hal ini juga sejalan dengan laporan QS Global Admissions (2022) yang mencatat penurunan minat studi pada bidang humanities secara global karena dianggap kurang menjanjikan secara finansial.[1]
Data Laporan Kompetensi Digital Indonesia (Kominfo, 2024) menunjukkan: Peminat prodi Informatika meningkat 32%. Sistem Informasi meningkat 27%. Data Science dan AI meningkat lebih dari 40% dalam pendaftaran tahun ajaran baru. Kenaikan ini terjadi karena meningkatnya kebutuhan tenaga kerja di sektor digital.[2]
Melalui konsep pendidikan Holistik profetik, kita harus memahami kerangka analisis yang membantu kita membaca fenomena ini sebagai pergeseran arah hadharah (cara pandang hidup dan nilai peradaban), bukan sekedar fenomena tren saja.
Pergeseran Orientasi Ilmu: Dari Pembentukan Pemikiran ke Utilitas Materi
Dalam ajaran Islam, ilmu dibagi menjadi dua kategori:
| Kategori Ilmu | Contoh | Tujuan | Status |
| Tsaqafah Islam | Fikih, Akidah, Sirah, Usuluddin, Filsafat Islam, Sosiologi Islam | Membentuk kepribadian Islam dan arah hidup | Wajib bagi setiap Muslim |
| Ilmu Kehidupan / Sains-Teknologi | IT, Digital Marketing, AI, Kedokteran, Ekonomi, Engineering | Mengelola urusan dunia | Mubah, dan bisa wajib kifayah |
Ketika ilmu tsaqafah ditinggalkan, maka arah umat tidak lagi bertumpu pada Islam sebagai pondasi berpikir. Yang menguat justru adalah cara berpikir materialistik, atau dalam istilah pendidikan islam dikenal dengan ‘aqliyyah al-madiyyah — cara pandang yang mengukur nilai segala sesuatu dari aspek untung-rugi materi.
Dominasi Kapitalisme dalam Pendidikan
Fenomena ini, menunjukkan sistem pendidikan modern yang bergerak mengikuti: pasar industri, permintaan korporasi dan kepentingan ekonomi global. Akibatnya Ilmu yang dianggap “tidak menghasilkan uang cepat” akan ditinggalkan. Sedangkan, Ilmu yang dianggap “cepat menghasilkan pendapatan” akan diprioritaskan. Inilah sebabnya program studi seperti; Digital Business, Data Science, AI Technology naik daun begitu cepat sebab dibutuhkan oleh pasar industri. Sementara studi seperti : Filsafat, pemikiran islam, Sejarah, Sosiologi menjadi dianggap “kurang relevan”. Padahal, justru ilmu-ilmu inilah fondasi pembentukan kesadaran peradaban. Khusus untuk filsafat, kita kesampingkan dulu adanya perbedaan pemdapat apakah boleh atau tidak, untuk diajarkan menurut sudut pandang pendidikan Islam.
Dampaknya bagi Masa Depan Umat
Jika tren ini dibiarkan maka akan lahir generasi teknis, tetapi tidak memiliki tujuan hidup. Muncul insinyur pintar namun mudah diarahkan ideologi Barat. Teknologi berkembang tanpa arah peradaban, hanya menjadi alat kapitalisme. Dengan kata lain generasi kedepan akan memiliki kemampuan, tetapi kehilangan ruh.
Solusi Menurut Pendidikan Holistik Profetik
Solusinya bukan menolak teknologi, tetapi mengembalikan ilmu ke dalam frame akidah Islam. Artinya: Ilmu digital + tsaqofah Islam harus berjalan bersama. Mahasiswa teknologi harus tetap belajar Akidah, Fikih, Sejarah Islam, Filosofi Peradaban, dan Pemikiran Politik Islam. Dan, Kampus Islam harus berani menjadi pengarah peradaban, bukan sekadar pemasok tenaga kerja industri.
Pendidikan Islam harus mengembalikan Tsaqafah Islam sebagai fondasi ilmu. Mengintegrasikan teknologi dengan nilai dan misi peradaban Islam. Kemudian, melahirkan engineer yang berideologi, bukan sekadar teknisi industri. Sebab kemajuan sejati bukan hanya kemampuan membuat teknologi, tetapi kemampuan mengarahkannya sesuai misi peradaban Islam.
Fenomena naik turunnya prodi bukan sekadar persoalan tren pendidikan, melainkan peta perubahan peradaban. Ketika umat Islam menjauh dari ilmu yang membentuk cara berpikir, dan hanya mengejar ilmu yang menghasilkan profit, maka arah peradaban pun akan mengikuti logika kapitalisme. Tugas pendidikan Islam hari ini adalah menghidupkan kembali tsaqafah Islam sebagai pondasi seluruh ilmu, termasuk ilmu digital dan teknologi. Kita tidak ingin, kemajuan tanpa arah, sebab itu bukanlah kemajuan, tetapi kehampaan.
Referensi :
[1] Kementerian Pendidikan, Riset Kebudayaan, and Teknologi, “Statistik Pendidikan Tinggi 2022/2023,” 2023, https://pddikti.kemdikbud.go.id.
[2] Kementerian Komunikasi Informatika, “Indonesia Digital Skill Outlook 2023,” 2023, https://literasidigital.id.


