Oleh :Â Ustadz Abdullah Efendy, M.Pd.,CLMQ
Maraknya dibangun lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal dikalangan praktisi pendidikan Islam, adalah salah satu nikmat yang harus disyukuri. Artinya, mainstream kepedulian sudah menanjak naik tentang nasib generasi muslim hari ini!
Dalam sebuah diskusi saya dengan kawan-kawan praktisi pendidikan se-Indonesia, ada satu cuitan menarik dari kawan di grup. Sebagaimana saya kutipkan, dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa, “Oxford University ternyata dibangun dari charity, semacam endowment fund, atau dalam bahasa Islam biasa dikenal dengan wakaf. Konon, Raja Edward pada abad ke-12 ketika ingin menaklukkan Al-Quds, ia gagal. Justru, di sana ia kagum melihat kemajuan umat Islam kala itu: pendidikan, kesehatan dan sarana publik lainnya yang ternyata ditopang dan digerakkan oleh wakaf.
Baca Juga : Penyebab Gagalnya Kurikulum Pendidikan!
Terinspirasi dari konsep wakaf umat Islam inilah, maka ketika kembali ke Britania setelah gagal menaklukkan Al-Quds, ia mulai merintis Oxford yang berbasis charity / endowment.” Informasi ini didapatkan dari Prof. Afifi, salah seorang direktur program di Oxford Center for Islamic Studies (OCIS)
Dalam narasi ini, akan menimbulkan satu kekaguman bahwa yuk kita berbondong-bondong wakaf, infaq atau istilah lainnya untuk membangun pendidikan yang baik! Para muhsinin, dermawan, atau orang yang berkelebihan harta mari sumbangsihkan ke lembaga-lembaga pendidikan Islam!! Seakan seperti itu!
Namun, disisi lain, terdapat pertanyaan yang lebih fundamental bahwa, “apakah wakaf di jaman Kejayaan Islam yang dimaksud perorangan atau kelembagaan seperti sekarang, sehingga kemungkinan dalam pelaksaaan terjadi penyimpangan. Atau wakaf yang dikutip oleh petugas negara secara resmi, kemudian dialokasikan ke Baitul Mal, barulah didistribusikan dalam bentuk fasilitas cuma-cuma kepada rakyat, salah satunya dalam pendidikan?
Maka jawaban yang tepat, menurut pemahaman dari sumber yang kami peroleh adalah, pendidikan di Abad ke-12 M dahulu, real and full merupakan fasilitas dari wakaf dan sumber pendapatan Daulah. Jadi yang tepat adalah point bahwa wakaf dikutip oleh petugas negara, kemudian dikumpulkan di Baitul Mal, dan dialokasikan keberbagai kebutuhan rakyat, termasuk membangun sekolah, fasilitas, beasiswa, menggaji guru dan sebagainya
Menurut hemat kami, yang terpenting dari pembahasan ini, agar lengkap dan tidak dikotomisasi, ialah peran negara daulah saat itu yang luar biasa! Sebagai Negara Super Power dan ber-manhaj kan Syariah Islam, negara memahami bahwa Pendidikan, Kesehatan, Sandang, Pangan, Papan, Keamanan adalah hak warga negara. Baik muslim maupun non muslim.
Pemenuhan seluruh hak warga negara, adalah prioritas yg harus dicukupi. Teori ini, didukung dengan heritage peradaban Islam berupa bagunan-bangunan kampus tertua, masjid-masjid besar, atau bahkan kuttab-kuttab yang ada saat ini. Membuktikan, ketaatan dan pengaturan negeri itulah yang sebenarnya menjadi poros utama mengapa kualitas pendidikan saat itu sangat baik
Salah satu perwujudannya yang bisa kita lihat saat ini adalah Universitas Al-Azhar di Kairo yang telah lahir sekitar 3 abad lebih dulu, hingga saat ini masih eksis memproduksi ulama dan cendekiawan selama lebih dari 10 abad. MasyaAllah, Barakallahu fikum!! Wallahu ‘alam