Oleh : Rahmah Khairani, S.Pd.
Seringkali problem murid saat belajar adalah kurang beradabnya mereka saat menuntut ilmu. Akibatnya belajar jadi tidak serius, ribut di kelas, bermain saat belajar, tidak menyimak penjelasan guru, tidak mematuhi perintah guru, dan sebagainya. Implikasinya ilmu yang diberikan tidak bisa melekat di dalam pikiran, serta nasihat yang didengar tidak kunjung merubah perilakunya menjadi lebih baik, artinya ada masalah yang terjadi pada diri si murid, dan itu berkaitan dengan pemahamannya tentang adab dalam menuntut ilmu. Di tulisan kali ini, akan dibahas lima adab seorang murid terhadap dirinya sendiri.
Pertama, membersihkan hati dari sifat-sifat buruk agar layak menerima ilmu. Hendaknya murid membersihkan hatinya dari segala sifat curang, kotor, benci, hasad, keyakinan yang buruk dan akhlak tercela agar hatinya layak menerima ilmu dan menjaganya.
Baca Juga : Murid Butuh Bimbingan, Bukan Disalah-Salahkan!
Ada dua najis yang tak kasat mata (najis maknawi) mengotori hati, yaitu najis syahwat dan najis syubhat. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Kedua, niat yang baik dalam menuntut ilmu. Membaguskan niat dalam mencari ilmu yaitu mengharapkan wajah Allah Ta’ala. Ini dapat dilakukan dengan, berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya; berniat menghilangkan kebodohan dari umat; berniat untuk mengamalkan ilmu, dan untuk menghidupkan syari’at.
Ketiga, memanfaatkan waktu dan memfokuskan hati di atas ilmu. Menggunakan masa muda dan waktu-waktu hidupnya untuk menuntut ilmu dan tidak tertipu dengan angan-angan penundaan. Misalnya dengan berupaya memutus interaksi yang menyibukkannya sehingga mengalihkan tujuan dia menuntut ilmu; melewati rintangan-rintangan misalnya sulit dalam memahami pelajaran; dan mencurahkan kesungguhannya dalam mencari ilmu.
Menuntut ilmu butuh jam’ul qolbi (memokuskan hati) dan ijtima’ul fikri (menyatukan pikiran). Karena jika pikirannya bercabang maka ia akan lemah dalam mengetahui hakikat-hakikat dan hal-hal yang detail.
Keempat, qana’ah dengan sedikit harta dan bersabar di atas kemiskinan demi menuntut ilmu. Hendaknya merasa cukup dengan apa yang mudah dari makanan pokok meskipun sedikit, dan pakaian yang cukup menutupi aurat meski tidak baru, dan bersabat atas kesederhanaan hidup. Dengan ini dia fokus mendapatkan ilmu.
Baca Juga : Bagaimana Seharusnya Guru Menutup Pelajaran?
Imam Syafi’I pernah berkata, “Seseorang tidak menuntut ilmu ini dengan kerajaan dan kemuliaan jiwa lalu dia beruntung, akan tetapi siapa yang menuntutnya dengan kerendahan jiwa, kesempitan hidup, dan berkhidmat kepada para ulama, dialah yang beruntung.” Bentuk khidmat murid yang paling utama adalah memahami apa yang disampaikan gurunya, kemudian dia mengamalkannya dan menyebarkannya.
Kelima, hendaknya murid membagi waktu siang dan malamnya, memanfaatkan sisa umurnya, karena sisa umur manusia tidak ternilai, dan waktu yang paling bagus untuk menghafal adalah waktu sahur, untuk mengkaji adalah pagi hari, untuk menulis adalah tengah hari, dan untuk membaca dan muraja’ah adalah malam hari.
Nasihat ulama untuk aktifitas belajar:
- Waktu menghafal paling bagus adalah waktu sahur, kemudian tengah hari, kemudian pagi hari.
- Menghafal di saat lapar lebih efektif daripada di saat kenyang.
- Tempat menghafal paling bagus adalah kamar dan tempat-tempat yang jauh dari hal-hal yang melalaikan hati.
In sya Allah adab-adab berikutnya akan dilanjutkan di tulisan berikutnya. Wallahua’lam bish showab.
Sumber: Kajian Kitab Tadzakiratussami’ wal mutakallim