Panduan Istiqomah Berhijrah di Tengah Godaan Akhir Zaman!

Ebook

Oleh : Abdullah Efendi, S.Pd., M.Pd., CIEC.

Meningkatnya kecintaan generasi muda di Indonesia terhadap Islam tercermin melalui munculnya berbagai komunitas baru, yang sering disebut sebagai komunitas hijrah. Dengan beragam latar belakang, umumnya non-santri, gerakan ini menunjukkan antusiasme yang tinggi untuk mempelajari Islam sesuai dengan Syariah. Banyak di antara mereka yang mengadakan dakwah secara offline melalui kajian mingguan atau bulanan, sekaligus mengintegrasikannya dengan platform digital seperti situs web dan media sosial. Bagi mereka, berhijrah merupakan sebuah perjalanan untuk meningkatkan kesalehan performatif dan mengembalikan identitas sebagai Abdullah dan Khalifatullah. Ulasan lengkap mengenai hijrah hakiki dapat diakses pada artikel berikut ini.

Peningkatan trend hijrah ini, dibuktikan oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada tahun 2021 yang menunjukkan adanya peningkatan perkembangan signifikan dalam partisipasi pemuda dalam komunitas hijrah di perkotaan, khususnya di Jakarta dan Bandung.[1]  Di Kota Batam, melalui penelitian kualitatif yang bersifat terbatas, penulis juga mengkaji dan menemukan fakta serupa bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dalam lahirnya komunitas hijrah, seperti Sahabat Hijrah Batam, Sahabat Hijrah Menuju Tauhid, Remaja Masjid Agung Batam, serta berbagai komunitas lainnya.

Meski berbeda data, namun menurut penulis ada kaitan pula antara signifikannya pergolakan hijrah dengan peningkatan jumlah pemeluk agama Islam. Menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia meningkat dari 244.220.000 jiwa pada semester II tahun 2023 menjadi 245.973.915 jiwa pada semester I tahun 2024, yang berarti ada penambahan sekitar 1.753.915 jiwa atau peningkatan sebesar 0,72% dalam kurun waktu enam bulan.[2] Bagi penulis ini adalah sebuah peningkatan yang luar biasa! Begitu pula menurut artikel yang diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya,  bahwa saat ini gerakan hijrah tersebut telah mempengaruhi pola konsumsi dan produksi di kalangan masyarakat Indonesia.[3]

Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana agar hijrah tersebut dapat berlangsung secara berkelanjutan? Dalam istilah Islam, hal ini dikenal sebagai istiqomah. Sebab, jika seorang mukmin melakukan hijrah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, maka tantangan yang pasti dihadapinya adalah tantangan untuk mempertahankan keistiqomahan! Allah Ta’ala menyebutkan dalam Firman-Nya :


أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?” (QS. Al Ankabut : 2)[4]

Ujian tersebut harus disikapi dengan perspektif yang positif. Ujian ini merupakan sarana bagi Allah Ta’ala untuk menilai keikhlasan hamba-Nya, ketulusan niat, serta untuk meningkatkan derajat hamba tersebut di sisi Allah menuju kesempurnaan spiritual seorang mukmin. Oleh karena itu, Imam Al Ghozali menekankan bahwa setelah hijrah, istiqomah merupakan aspek terpenting yang akan menjaga kebaikan tersebut agar tetap konsisten dan berkelanjutan.[5] Oleh karena itu, sangat penting bagi kita semua untuk memahami bagaimana cara mencapai istiqomah. Tentu saja, kita perlu terlebih dahulu mengetahui makna dan langkah-langkah untuk mencapainya!

Definisi Istiqomah Secara Bahasa & Istilah

1. Secara Bahasa (Lughoh)

Kata istiqomah (الِاسْتِقَامَةُ) berasal dari akar kata قَامَ – يَقُوْمُ – قِيَامًا  yang berarti berdiri tegak atau lurus. Dalam bentuk derivatifnya, istiqomah mengandung makna terus-menerus berada dalam kondisi lurus atau konsisten di atas kebenaran. Dalam bahasa Arab, istiqomah bermakna:

الْمُلاَزَمَةُ عَلَى الطَّرِيقِ الْمُسْتَقِيمِ دُوْنَ اِنْحِرَافٍ أَوْ تَغَيُّرٍ

(al-mulāzamah ‘alā ath-tharīq al-mustaqīm dūna inḥirāfin aw taghayyurin), yang berarti “ketetapan pada jalan yang lurus tanpa penyimpangan atau perubahan.”

2. Secara Istilah (Tarif/Istilahi)

Para ulama mendefinisikan istiqomah sebagai berikut:

  • Ibn Rajab al-Hanbali berkata:

هِيَ سُلُوكُ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ، وَهُوَ الدِّينُ الْقَيِّمُ، بِالْعَمَلِ بِطَاعَةِ اللهِ، وَاجْتِنَابِ مَعَاصِيهِ
Artinya: “Istiqomah adalah berjalan di atas jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan menjauhi maksiat kepada-Nya.”[6]

  • Imam an-Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin menjelaskan:

الاِسْتِقَامَةُ أَنْ تَسْتَقِيمَ عَلَى الطَّاعَةِ، فَتَفْعَلَ مَا أُمِرْتَ بِهِ، وَتَجْتَنِبَ مَا نُهِيتَ عَنْهُ

Artinya: “Istiqomah adalah konsisten dalam ketaatan, dengan melakukan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.”[7]

Imam Ibn Qayyim al-Jawziyah dalam karyanya yang berjudul Madarij al-Salikin menguraikan tahapan spiritual seorang Muslim dalam meraih kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Dalam tulisan tersebut, beliau menekankan bahwa proses hijrah merupakan awal dari perjalanan menuju istiqomah, serta bagaimana individu yang istiqomah seharusnya menjadi teladan bagi umat.[8] Sesuai dengan kajian yang penulis sampaikan pada tanggal 28 Desember 2024 dalam forum kajian rutin Sahabat Hijrah Batam, bahwa istiqomah adalah bagian dari tahapan Hijrah, yakni Hijrah, Hamasah, Istiqomah dan Qudwah (teladan bagi Umat).

Berdasarkan definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa istiqomah merupakan fase lanjutan dalam hijrah yang senantiasa menyertai perjalanan tersebut. Dalam ungkapan yang lebih sederhana, istiqomah berarti konsistensi dalam menjalankan ketaatan yang telah kita lakukan selama ini, tanpa sedikit pun mundur meskipun berbagai ujian dan cobaan menghadang dalam proses perbaikan ini.

Cara Agar Tetap Istiqomah Berhijrah

Hijrah jika dimaknai secara individu, adalah aktivitas muhajir (orang yang berhijrah) dalam menjauhi setiap yang dilarang Allah kepadanya. Secara teoritis kita mengetahui dengan ikrar (pengakuan) dan bil lisani (ucapan), namun tahap lanjutannya adalah bil amali (dengan amal perbuatan) untuk tetap berada di garis kebaikan tersebut. Terdapat 3 langkah yang menurut kami, penting dilakukan agar proses hijrah tersebut tetap konsisten (istiqomah) khususnya ditengah godaan akhir zaman saat ini.

  1. Pelajari Ilmunya Sebelum Beramal

Telah menjadi ketentuan bagi seorang muslim, bahwa setiap perbuatannya haruslah mengacu kepada hukum syara. Sesuai kaidah yang menyebutkan :

الأَصْلُ فِي الأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ بِأَحْكَامِ الشَّرْعِ

Oleh karena itu, setiap pemuda yang berhijrah sepatutnya memperhatikan seluruh amal perbuatan mereka, di samping meluruskan niat semata-mata karena Allah. Pertanyaannya adalah, apakah amal tersebut telah sesuai dengan perintah Allah, atau justru dilarang oleh-Nya? Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu, yakinkanlah diri bahwa Islam telah memberikan konsep yang sempurna dan jelas mengenai segala perkara. Tugas kita adalah menggali bagaimana pandangan Islam terhadap aktivitas tersebut.

Inilah teladan yang ditunjukkan oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam. Ketika mereka menghadapi ketidaktahuan, mereka senantiasa bertanya kepada Rasulullah. Segala keputusan yang diambil selalu berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Oleh karena itu, kita yang sedang berhijrah seyogianya meneladani tata cara generasi awal kita dalam beramal. Marilah kita renungi firman Allah berikut ini;

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۦ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al Isra : 36)

2. Jangan dekati Maksiat

Maksiat itu seperti sebuah lubang dalam, yang hanya ditutupi sehelai kaun sebagai daun pintunya. Dalam topik hijrah, yang seringkali menjadi penyebab tidak istiqomahnya seorang muslim, ketika ia tidak menghiraukan maksiat, sehingga kembali terjerumus kedalamnya. Maka Allah Ta’ala dengan tegas menyebutkan dalam Firman-Nya :

Ebook-1

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.  (QS. Al-Isra  : 32)

Diayat yang lain, Allah berfirman;

وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS. Al Baqarah : 35)

Dalam Tafsir Qurthubi Juz 10/hal. 253,[9] juga dijelaskan mengenai penggunaan lafadz “laa Taqrobu” dalam ayat tersebut. Makna dari kata tersebut adalah “Laa Tadnun”, yang berarti janganlah kalian mendekati zina. Ini berbeda dengan kata “laa Taznuu” yang artinya janganlah kalian berzina. Tentunya, segala hal yang dapat menjerumuskan kepada perzinahan hukumnya sama, yaitu haram. Zina adalah jalan terburuk, karena dapat menjerumuskan ke dalam neraka dan termasuk kategori dosa besar.

Konsep pada point kedua ini, saya bahasa dengan panjang lebar dalam E-Book kami yang kami beri judul Hijrah dari Pornografi bisa didapatkan disini. Yang membahas secara lengkap, bahwa setiap kemaksiatan itu diawali dengan mendekatinya, termasuk dosa zina, maka kami telah menuliskan dengan lengkap berbagai referensi dan argumentasi kuat tata cara agar terbebas dari segala jenis maksiat tersebut.

3. Pahami Jenis-Jenis Maksiat

Secara bahasa, maksiat merujuk pada segala sesuatu yang bertentangan dengan ketaatan. Sebagai contoh, ungkapan “عصى العبد ربّه” (seorang hamba yang durhaka kepada Tuhannya) menunjukkan bahwa ia tidak mematuhi perintah-Nya. Selain itu, istilah maksiat juga digunakan untuk menggambarkan tindakan yang bertentangan dengan ketakwaan dan keistiqamahan (jalan yang lurus) itu sendiri.

Dalam konteks syariat, maksiat didefinisikan sebagai perbuatan yang secara sengaja melanggar perintah dan menyimpang dari jalan yang benar. Pelaku maksiat dikenal sebagai orang yang berbuat dosa, yaitu mereka yang terjerumus dalam perbuatan maksiat dan tergolong sebagai orang fasik, karena mencampuradukkan amal saleh dengan tindakan tercela.[10]

Maka begitu penting setiap muslim bukan saja memahami apa saja jenis amal sholeh (ketaatan), namun juga memahami apa saja kategori amal salah (maksiat). Dengan membaca berbagai referensi kitab ulama, mengikuti pengajian yang membahas tentangnya, serta menerapkan dalam kehidupannya perkara ketaatan dan meninggalkan seluruh perbuatan maksiat tersebut!

KHATIMAH

Terakhir, penulis sebutkan bahwa istiqomah itu tentu tidak mudah. Didepan kita ada berbagai tantangan yang akan menghadang. Kaum muslimin, diperang Mu’tah misalnya, dengan persiapan 3000 pasukan, harus menghadapi pasukan Romawi yang berjumlah 200.000 pasukan. Maka disini ujian tersebut datang kepada para sahabat Nabi yang mulia. Maka apakah dengan sedikitnya jumlah pasukan tersebut, akhirnya mereka mundur kebelakang? Ternyata tidak, mereka tetap maju, mereka tetap istiqomah. Dan salah seorang sahabat, yakni Abdullah bin Rawahah menyampaikan pesan yang sangat menggugah untuk menjaga keistiqomahan itu!

عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ يَقُولُ:
يَا قَوْمُ، وَاللَّهِ إِنَّ الَّذِي تَكْرَهُونَ لَلَّذِي خَرَجْتُمْ تَطْلُبُونَ، الشَّهَادَةَ، وَمَا نُقَاتِلُ النَّاسَ بِعَدَدٍ وَلَا قُوَّةٍ وَلَا كَثْرَةٍ، مَا نُقَاتِلُهُمْ إِلَّا بِهَذَا الدِّينِ الَّذِي أَكْرَمَنَا اللَّهُ بِهِ، فَانْطَلِقُوا، فَإِنَّمَا هِيَ إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ، إِمَّا ظُهُورٌ وَإِمَّا شَهَادَةٌ

Abdullah bin Rawahah berkata: “Wahai kaumku, demi Allah, apa yang kalian benci itu adalah apa yang kalian keluar untuk mencarinya, yaitu syahid. Kita tidak memerangi manusia karena jumlah, kekuatan, atau banyaknya (pasukan), tetapi kita memerangi mereka karena agama ini yang telah Allah muliakan kepada kita. Maka majulah, sesungguhnya hanya ada dua kebaikan: kemenangan atau syahid.”[11]

Sejatinya hijrah, adalah tahapan yang mulia menuju istiqomah. Jihadnya kita secara individu saat ini adalah dengan melawan segala jenis hawa nafsu, yang berpotensi merusak hijrah kita. Sebelum datangnya panggilan jihad yang sebenar-benarnya, yakni menyebarkan kebaikan berupa Islam Rahmatan Lil Alamin pada segenap manusia!

Diriwayatkan oleh Ibnu An-Najjar dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu. Juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ad-Dailami, Rasulullah bersabda :

أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ يُجَاهَدَ الرَّجُلُ نَفْسَهَ وَ هَوَاهُ

Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad [berjuang] melawan dirinya dan hawa nafsunya), (Shahih Al-Jami’ush-Shaghîr, 1099, dan Silsilah Ash-Shâhihah, 1496)

Mudah-mudahan, dengan artikel yang singkat ini, menjadi wasilah kebaikan bagi penulis dan kita semua. Saling mendoakan, saling bersinergi, sebab hijrah juga butuh kebersamaan dalam kebaikan. Jadilah mukmin yang kuat, yaitu mukmin yang berjamaah, mukmin yang satu, saling berkasih sayang dengan sesamanya. Serta berharap senantiasa bersama orang-orang sholih di dunia, dan berkumpul pula bersama mereka di Syurganya Allah Ta’ala.

Wa ma taufiqi illa billah []


[1] Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta. (2021). Tren Hijrah di Kalangan Anak Muda: Ini Temuan Riset PPIM. Retrieved from https://ppim.uinjkt.ac.id.

[2] Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). (2024). Mayoritas Penduduk Indonesia Beragama Islam pada Semester I 2024. Retrieved from https://databoks.katadata.co.id.

[3] Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya (Unesa). (2024). Hijrah dan Ekonomi: Perspektif Sosiologi Ekonomi. Retrieved from https://eksyar.feb.unesa.ac.id.

[4] Kementerian Agama RI. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

[5] Al-Ghazali, A. (2004). Ihya’ Ulum al-Din (Vol. 1). Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

[6] Ibn Rajab al-Hanbali, Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, hadis ke-21.

[7] Imam an-Nawawi, Syarh Riyāḍuṣ Ṣāliḥīn, Bab tentang Istiqomah.

[8] Ibn Qayyim al-Jawziyah, A. (1998). Madarij al-Salikin (Vol. 1). Dar al-Ma’arifah.

[9] Imam Al Qurthubi and Mukhlis B.MuktiTafsir Al Qurthubi Jilid Asmuni, “Tafsir Al Qurthubi,” 2008.

[10] https://rumaysho.com/39082-bermaksiat-dengan-harta-pengertian-jenis-dan-bahayanya.html Diakses pada 30 Desember 2024

[11] Ibn Hisham, A. M. (2000). As-Sirah an-Nabawiyyah (Vol. 2, p. 373). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Ebook-2

1 thought on “Panduan Istiqomah Berhijrah di Tengah Godaan Akhir Zaman!”

Comments are closed.