Oleh : Abdullah Efendi, S.Pd., M.Pd., CIEC.
Hijrah, sebuah kata yang sering kita dengar dalam konteks spiritual dan sosial, mengandung makna yang sangat dalam dan luas. Dalam sejarah Islam, hijrah mengacu pada peristiwa penting ketika Nabi Muhammad shallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat meninggalkan Mekkah menuju Madinah, sebuah langkah yang menandai awal dari lahirnya peradaban Islam itu sendiri. Maka, hijrah hakiki tidak hanya terbatas pada perjalanan fisik; ia juga melambangkan transformasi keimanan dan ujian dakwah, serta terdapat perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Dalam dunia yang terus berubah ini, penting bagi kita untuk memahami hijrah secara hakiki—sebagai sebuah proses yang mencakup perubahan yang benar. Allah abadikan didalam firman-Nya :
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ ءَاوَوا۟ وَّنَصَرُوٓا۟ أُو۟لَٰٓئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi (QS. Al Anfal : 72)
Secara Bahasa : Hijrah asal katanya Hajara (Berpindah)
الهجرة لغة الإنتقال والخروج من أرض إلى أرض
dari satu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain[1]
Secara Istilah : Hijrah oleh Imam Ibnul Arabi dimaknai dengan :
الْخُرُوجُ مِنْ دَارِ الْحَرْبِ إلَى دَارِ الْإِسْلَامِ
adalah keluar atau berpindah dari negara yang diperangi/negara kufur ke negara Islam.[2]
Hijrah Secara Individu : Sebagaimana Nabi ﷺ bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Muslim itu adalah orang yang menjadikan muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya, al-Muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang.” (HR Bukhari).
Terdapat 3 Makna Hijrah:
- Pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran.
- Tonggak berdirinya Islam secara menyeluruh dengan tegaknya Daulah Islamiyah Nabawiyah di Madinah.
- Awal Kebangkitan Islam dan umat Muslim, yang ditandai dengan penetapan kalender hijriah oleh Khalifah Umar bin Khattab dan para sahabat, berdasarkan momentum hijrah Rasulullah.
Prinsip Hijrah Rasulullah dan Para Sahabat :
- Hijrah bukan karena kegagalan dakwah Rasulullah di Makkah selama 13 tahun, bukan pula karena pengusiran, makar pembunuhan, melainkan perintah Allah Taala. Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
“أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ ذَاتَ نَخْلٍ بَيْنَ لَابَتَيْنِ”
Telah diperlihatkan kepadaku negeri untuk kalian berhijrah, yang memiliki banyak pohon kurma, yang terletak di antara labatayn (dua daerah berbatu). (HR Bukhari 3606)[3]
- Hijrah merupakan sunnatullah yang terjadi pada sebagian besar nabi sebagai rangka perluasan dakwah atau kebaikan dakwah. Sebagaimana Nabi Nuh, Ibrahim, Luthh, Hud, Musa, Yunus dan Isa ’alaihimussalam. Begitupula saat Rasulullah berkata kepada sahabatnya untuk melindungi mereka dari penganiayaan dan kedzhaliman orang-orang kafir Quraisy. Dengan berkata;
لَوْ خَرَجْتُمْ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَإِنَّ بِهَا مَلِكًا لَا يُظْلَمُ عِنْدَهُ أَحَدٌ، وَهِيَ أَرْضُ صِدْقٍ، حَتَّى يَجْعَلَ اللَّهُ لَكُمْ فَرَجًا وَمَخْرَجًا مِمَّا أَنْتُمْ فِيهِ
Kalau kalian pergi ke Habasyah, sungguh di sana ada seorang raja yang tidak menzalimi seorang pun. Habasyah adalah bumi kejujuran, hingga Allah memberikan kelapangan bagi kalian. (Ibnu Hisyam, Al-Sirah Al-Nabawiyah)[4]
- Hijrah Rasulullah dalam rangka menerapkan Islam seutuhnya dan sisi Keimanan kepada Allah dan Penerapan Syariah secara total. Kaum Anshar, tau betul bahwa Rasulullah di baiat sebagai pemimpin mereka untuk menerapkan Islam secara totalitas, bukan parsial dan mereka menerima baiat itu. Dr. Imaduddin Khalil menyatakan bahwa Islam datang untuk diwujudkan dalam 3 hal yang saling terkait, yakni manusia, negara dan peradaban. Cakupan sebagai manusia, telah terlaksana di Makkah, adapun dalam rangka negara dan peradaban, tidak mungkin terwujud di Makkah, melainkan harus adanya Dawlah yang ternyata nushroh (pertolongan) tersebut datang dari sahabat Ansharullah (Penolong agama Allah) yaitu penduduk Aus dan Khajraz Yastrib (Madinah)[5]
Itulah sebab, mengapa disaat Rasul memerintahkan para sahabat ke habasyah, beliau berkata, ”Sungguh di sana (habasyah) ada seorang raja yang tidak menzalimi seorang pun.” Adapun disaat memerintahkan para sahabat hijrah ke Madinah, beliau menyatakan ;
“Sungguh Allah ‘Azza wa Jalla telah menjadikan untuk kalian para saudara dan tempat kediaman (negera) yang akan menjadikan kalian aman.”[6]

Jenis-jenis Hukum Hijrah menurut Para Fukaha
No | Hukum Hijrah | Kondisi Individu | Kondisi Lingkungan | Rujukan |
1 | Wajib | Dia mampu berhijrah | Tidak mampu melaksanakan hukum-hukum Islam | Surah An-Nisa : 97 |
2 | Sunnah | Dia mampu berhijrah | Masih mampu melaksanakan hukum-hukum Islam | Perbuatan Rasul memilih Hijrah dari Makkah ke Madinah |
3 | Gugur (Tidak Wajib Hijrah) | Dia tidak mampu melaksanakan hijrah disebabkan sakit, dipaksa, atau kategori kaum lemah/tertindas | Tidak mampu melaksanakan hukum-hukum Islam | Surah An-Nisa : 98 |
4 | Haram | Dia memiliki kesanggupan dan kekuatan mengubah lingkungan, baik secara individual maupun berjamaah | Tidak mampu melaksanakan hukum-hukum Islam | Surah At-Taubah : 123 |
Tidak Ada Lagi Hijrah dari Makkah ke Madinah
Perlu dipahami pula, bahwa hijrah hakiki sebagaimana yang dilakukan Nabi dan para sahabat, tidak lagi dilakukan saat di Madinah. Yang ada adalah Jihad, berupa futuhat (pembebasan) negeri-negeri disertai niat para sahabat di jalan Allah Ta’ala sebagai bagian dari aktivitas dakwah luar negeri dalam pandangan syariah Islam. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yakni;
عن عائشة وابن عباس رضي الله عنه عن الجميع، يقول ﷺ: لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
“Tidak ada lagi hijrah setelah kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat, maka jika kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam konteks jihad inilah, sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, untuk menyebarkan Islam melalui dakwah, serta menghapuskan penghalang-penghalang dakwah tersebut. Sehingga hidayah itu tersampaikan kepada seluruh umat manusia. Allah Ta’ala berfirman :
ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. At-Taubah : 41)
Namun Rasulullah menyampaikan sebuah khabar diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa umat Islam akan mengalami beberapa fase kepemimpinan, hingga tibalah mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang tidak menerapkan Islam, melainkan hukum kufur jahiliyah. Maka kewajiban hijrah akan kembali sesuai nubuwat Rasulullah, bahwa yang benar-benar keimanananya akan berangkat ke Syam
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «سَتَكُونُ هِجْرَةٌ بَعْدَ هِجْرَةٍ، فَخِيَارُ أَهْلِ الْأَرْضِ أَلْزَمُهُمْ مُهَاجَرَ إِبْرَاهِيمَ».
Dari Abdullah bin Amr berkata, “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ. bersabda, ‘Akan terjadi hijrah setelah hijrah, sebaik-baik penduduk bumi adalah yang tinggal di tempat hijrah Nabi Ibrahim (Syam).’” (HR Abu Dawud, Ahmad, Al-Hakim)
Penutup
Dari berbagai pemaparan seputar hijrah ini, poin utama yang mampu kita dapatkan bahwa hijrah adalah Tindakan yang mulia oleh seorang mukmin. Yang ingin merasakan kenikmatan dalam beragama disisi Allah. Sehingga Ketika mendapati tempat (negeri) yang tidak memungkinkan dia dalam beragama secara totalitas, maka ia akan mengupayakannya! Apakah dengan upaya dakwah (jika mampu), dengan kekuatan, dengan lisan, dengan amaliyah dengan semaksimalnya, baik sendiri maupun berjamaah! Maupun ketika dia tidak mampu dia akan berpindah ke negeri yang lebih baik dengan sedaya upaya dan pengorbanannya!
Sebagaimana yang disebutkan oleh Markaz Ta’dzhim al-Qur’an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur’an Univ Islam Madinah bahwa orang-orang beriman yang berhijrah meninggalkan negeri mereka untuk menyelamatkan agama dari fitnah orang-orang musyrik, mencari keridhaan Allah, menolong Rasulullah dengan mengerahkan seluruh tenaga dan menghadapi banyak kesulitan; dan orang-orang yang memberi perlindungan bagi Rasulullah dan para Sahabat yang hijrah bersamanya, dan menolong dan mengamankan mereka, berbagi harta yang mereka miliki, mengutamakan mereka daripada diri mereka sendiri, memerangi siapa saja yang memerangi mereka; maka mereka saling tolong menolong dalam perkara peperangan dan harta ghanimah.
Allah Ta’ala Berfirman ;
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَّا الْيَوْمَ فَقَدْ أَظْهَرَ اللهُ اْلإِسْلاَمَ وَالْيَوْمَ يَعْبُدُ رَبَّهُ حَيْثُ شَاءَ
“Dulu ada orang Mukmin yang lari membawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya karena takut difitnah. Adapun sekarang (setelah Hijrah) Allah Ta’ala benar-benar telah memenangkan Islam, dan seorang mukmin dapat beribadah kepada Allah saw. sesuka dia.” (HR. Al-Bukhari).
Wallahu ‘alam []
[1] Ash-Shihhah fil al-Lughah, II/243, Lisan al-Arab, V/250; Al-Qamus Al Muhith, I/637
[2] Subul as-Salam, 6/128; Nayl al-Awthar, 12/270
[3] Al-Bukhari, M. I. I. (1422 H/2001 M). Shahih Al-Bukhari. Kitab Al-Manaqib, Bab Alamat al-Nubuwwah fi al-Islam (No. Hadis 3606). Dar Tuq al-Najah.
[4] Ibnu Hisyam. (1955). Al-Sirah Al-Nabawiyah (Jilid 1, hlm. 321). Mustafa Al Babi.
[5] Imad al-Din Khalil, Dirasah Fi Al-Sirah (Beirut: Dar al-Nafais, 1986), 1/264
[6] Ibid., I/468
3 thoughts on “Seberapa Penting Pemaknaan Seputar Hijrah Hakiki?”