Adakah yang Lebih Baik dari Amal Nawafil?

Ebook

Oleh : Rahmah Khairani, S.Pd.

Seorang muslim yang melaksanakan ibadah wajib karena Allah Ta’ala akan mendekatkannya kepada derajat hamba yang mulia. Namun, seorang muslim yang melaksanakan ibadah nawafil lebih dicintai Allah, sebab ia melaksanakannya bukan karena kewajiban melainkan karena tujuannya ingin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Misalnya, seorang muslim yang melaksanakan sholat fardhu lima waktu, subuh; zuhur; ‘ashar; maghrib; dan ‘isya dicintai oleh Allah. Namun apabila ia menambahnya dengan solat rawatibnya, maka ia akan lebih dicintai oleh Allah. Begitupun dengan seorang muslim yang melaksanakan puasa di bulan Ramadhan akan dicintai oleh Allah, namun bila ia menambahnya dengan puasa sunnah 6 hari di bulan syawal, puasa senin-kamis, puasa di bulan-bulan haram dan puasa sunnah lainnya, tentulah ia akan lebih dicintai oleh Allah.

Baca Juga : Komunikasi Orang Tua Kepada Anak dalam Perspektif Al-Qur’an

Namun ternyata, ada amal yang lebih utama untuk dikerjakan daripada ibadah nawafil yaitu menyibukkan diri dengan ilmu. Sesungguhnya mempelajari ilmu adalah kebaikan, mencarinya adalah ibadah, mendiskusikannya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad, mencurahkan tenaga dan waktu (untuk ilmu) adalah mendekatkan diri kepada Allah, dan mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh.

Ebook-1

Fudhail bin Iyadh berkata, “Ulama yang mengajar disebut-sebut sebagai orang yang besar di kerajaan langit.” Karena orang yang mengamalkan dan mengajarkan ilmu agama dimuliakan Allah dan para malaikat. Demikian pula yang dikatakan ulama Sufyan bin ‘Uyainah, “Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah perantara antara Allah dengan hambaNya, mereka adalah para nabi dan ulama.” Adakah kedudukan yang lebih mulia daripada ini?

Ketika kita membaca Al-Qur’anm, banyak yang tidak kita ketahui, maka para ulamalah tempat kita bertanya. Inilah yang menjadikan mereka memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Sufyan bin Uyainah berkatan, “Manusia tidak diberi sesuatu di dunia yang lebih baik daripada kenabian, dan sesudah kenabian tidak ada sesuatu yang lebih baik daripada ilmu dan pemahaman dalam agama.” Ditanyakan kepadanya, “Dari siapa ini berasal?” Dia menjawab, “Dari para fuqaha semuanya.”

Baca Juga : Dampak Keshalihan Orang Tua Terhadap Anak

Mengapa yang disebut adalah para ahli fiqih (fuqaha)? Karena ahli fiqih itu diibaratkan seperti dokter yang mampu meresepkan obat dengan takaranyang pas sesuai kebutuhan. Sampai-sampai apabila ahli hadits tidak mempelajari fiqih, maka mereka tidak bisa mendapat petunjuk dari ilmu hadits tersebut.

Berkata Sahl bin Abdullah at-Tustari Abu Muhammad, “Barangsiapa ingin memandang majelis-majelis para nabi, maka silakan melihat majelis-majelis para ulama.” Majelis para ulama disamakan dengan majelis para nabi yang mulia kaerna dipenuhi dengan hikmah, ilmu, dan nasihat. Tidak ada ucapan yang sia-sia, dusta. Semuanya bermanfaat dan berharga. Inilah majelis ilmu yang dikatakan sebagai taman-taman syurga.

Abu Dzar dan Abu Hurairah pernah berkata, “Satu bab ilmu yang kami pelajari lebih kami sukai dari shalat sunnah seribu rakaat. Dan satu bab ilmu yang kami ajarkan, diamalkan atau tidak (oleh orang lain) lebih kami sukai dari shalat sunnah seratus raka’at.”

Oleh karena itu, menyibukkan diri dengan ilmu karena Allah lebih baik daripada ibadah nawafil badan seperti sholat, puasa, tasbih, dan do’a. Karena pahala sunnah hanya untuk diri sendiri dan akan terputus saat kita meninggal. Sementara ilmu yang diajarkan, manfaatnya tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain yang pahalanya terus mengalir meskipun pemiliknya telah meninggal selama ilmu tersebut bermanfaat.” Wallahua’lam bish showab. (RK)

Sumber: Kitab Tadzkiratussami’ wal Mutakallim.

Ebook-2
×

 

Assalamualaikum!

Silahkan klik tombol ini untuk terhubung dengan whatsapp kami!

× Chat Disini!