Oleh : Yeni Indriyani, S.T., M.Pd.
Bertanggung jawab adalah konsekuensi setiap manusia, terlepas apakah dia Muslim atau bukan. Manusia tidak pernah lepas dari perbuatan, membuat keputusan-keputusan dalam hidup, hingga sudah sewajarnya manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan setiap keputusan yang diambilnya. Tanggung jawab dapat didefinisikan sebagai kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan tindakan, keputusan, dan konsekuensi dari tindakan tersebut. Tanggung jawab juga dapat diartikan sebagai kesadaran dan kemampuan seseorang untuk memikul konsekuensi dari tindakan dan keputusan yang diambil. [1]
Ruang lingkup tanggung jawab pun saat luas, tidak hanya untuk diri sendiri, tidak hanya dalam kehidupan dunia, tapi juga di kehidupan akherat manusia tidak lepas dari pertanggungjawaban. Oleh karena itu sudah seharusnya melatih anak sejak dini agar dia mampu memikul tanggung jawab, Hal ini menjadi kewajiban para orang tua yang tidak boleh diabaikan. Dan lebih dari itu, sejak awal penciptaannya, manuasia telah mengambil peran ini langsung dari Zat yang menciptakan dirinya. Dalam Al- Qur’an surat Al Ahzab ayat 72, Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikulnya dan mereka khawatir tidak dapat menanggungnya. Sedangkan manusia itu memikulnya. Sesungguhnya manusia itu sangat tidak adil dan sangat tidak berpengetahuan.” (TQS. Al-Ahzab: 72).
Baca Juga : Siapakah Orang yang Paling Banyak Mengambil Warisan Nabi?
Imam Ibnu Katsir menafsirkan Surat Al-Ahzab ayat 72 sebagi berikut; Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya menolak karena takut tidak dapat memikulnya. Kemudian, amanat itu diterima oleh manusia, yang ternyata amat zalim dan bodoh. Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa amanat yang dimaksud dalam ayat ini adalah ketaatan dan fardu-fardu yang harus dipenuhi oleh manusia. Manusia harus mempertanggungjawabkan tindakannya dan memikul konsekuensi dari tindakannya tersebut [2]
Walaupun mengambil amanah sangatlah berat pertanggungjawabannya, namun di ayat lain Allah SWT juga menjelaskan bahwa Allah tidak akan membebankan manusia di luar kesanggupannya, Dan Allah menjanjikan pahala bagi siapapun yang beramal sholih dan memberikan balasan siksa bagi yang bermaksiat kepadanya. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebaikan yang dikerjakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak kita sanggupi. Maafkanlah kami dan ampunilah kami. Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (TQS. Al-Baqarah: 286)
Agar manusia mampu bertanggung jawab terhadap amanah yang dipikulnya, maka manusia harus belajar, berpengetahuan dan melatih diri untuk bertanggung jawab sejak dini. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36). Amanah dalam hal ini diartikan sebagai tanggung jawab atau kepercayaan yang diberikan kepada manusia. Amanat ini dapat berupa kepercayaan untuk menjaga dan memelihara bumi, menjalankan syariat Islam, dan mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan yang diambil.
Baca Juga : Sejarah Oxford Terinspirasi dari Pendidikan Islam
Maka latihlah anak-anak kita agar menjadi hamba Allah yang bertanggung jawab atas semua tindakan dan keputusannya, serta memiliki kesadaran terhadap konsekuensinya, baik dalam kehidupan dunia maupun akherat. Langkah-langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk melatih tanggung jawab pada anak di antaranya;
- Berikan Contoh yang Baik: Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat, jadi pastikan orang tua memberikan contoh yang baik dengan menunjukkan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Islam diturunkan kepada Rasulullah, dengan Rasul menjadi contoh bagaimana beribadah kepada Allah SWT dan bagaimana menyalurkan kebutuhan jasmani dan naluri yang ada pada manusia. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak menyebut Allah.” (TQS. Al-Ahzab: 21)
- Berikan Tugas yang Sesuai: Berikan tugas yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak, seperti membersihkan kamar, membantu pekerjaan rumah tangga, atau merawat hewan peliharaan. Ketika anak mampu memikul tanggung jawab yang kecil, mereka akan memiliki kepercayaan diri untuk memikul tanggung jawab yang jauh lebih besar. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
- Ajarkan Prioritas: Ajarkan anak untuk memprioritaskan tugas-tugas mereka dan menyelesaikannya satu demi satu. Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang memprioritaskan amalnya untuk akhirat, maka Allah akan memprioritaskan kebutuhannya di dunia.'” (HR. Ahmad) Hadist ini mengajarkan kita untuk beramal dengan skala prioritas. Beramal dari yang wajib, sunnah kemudian mubah. Hal ini juga mengajar kita untuk melakukan managemen diri dan waktu dengan baik. Agar bisa, maka harus dilatih sejak dini.
- Berikan Kesempatan untuk Mengambil Keputusan: Berikan anak kesempatan untuk mengambil keputusan dan memilih tugas yang ingin mereka lakukan, sepanjang tidak ada pelanggaran syariat. Jika anak belum dapat menentukan keputusan yang sesuai hukum syariat, peran orang tua untuk mengarahkan dan memberikan pemahaman akan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Tentu pondasi aqidah telah dibangun sejak awal, agar anak dan orang tua memiliki standar dalam menilai segala sesuatu. “Dan tidak akan mereka beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuh hati.“ (TQS. An-Nisa: 65)
- Berikan Umpan Balik yang Konstruktif: Berikan umpan balik yang konstruktif dan positif ketika anak menyelesaikan tugas mereka dengan baik. Bahkan Allah senantiasa memberikan balasan kebaikan bagi hamba-Nya yang beramal sholih. Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.'” (HR. Muslim)
- Jangan Terlalu Mengawasi: Jangan terlalu mengawasi anak ketika mereka melakukan tugas, biarkan mereka belajar dari kesalahan mereka sendiri. Sebaliknya, harus memahamkan anak tentang pengawas yang sesungguhnya adalah Allah SWT dan para Malaikat-Nya. Hal ini melatih anak untuk merasa diawasi langsung oleh Allah SWT. “Dan kamu tidak dapat menyembunyikan diri dari pengawasan-Nya, baik di langit maupun di bumi. Tidak ada bagi kamu selain Allah, tidak ada pelindung dan tidak ada penolong.” (TQS. Al-Fatir: 22)
- Ajarkan untuk Mengakui Kesalahan: Ajarkan anak untuk mengakui kesalahan mereka dan meminta maaf jika mereka melakukan kesalahan. Tidak ada manusia yang sempurna yang luput dari salah dan dosa. Namun sebaik-baiknya manusia adalah ketika dia melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya, menanggung konsekuensinya dan memperbaiki diri menjadi lebih baik. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (TQS. Al-Baqarah: 222)
- Berikan Penghargaan: Berikan penghargaan kepada anak ketika mereka menunjukkan tanggung jawab dan melakukan tugas mereka dengan baik. “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih, bahwa bagi mereka ada surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki dari surga-surga itu, mereka berkata: ‘Ini adalah rezeki yang telah kita miliki sebelumnya. Dan mereka diberi rezeki yang serupa. Dan bagi mereka di surga-surga itu ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (TQS. Al-Baqarah: 25)
- Ajarkan untuk Merencanakan: Ajarkan anak untuk merencanakan dan mempersiapkan diri untuk tugas-tugas yang akan datang. Merencanakan adalah upaya melakukan tugas dengan optimal dan hasil terbaik. Karena Allah akan melihat apa yang diupayakan hamba-Nya. “Dia menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia adalah Yang Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (TQS. Al-Furqan: 2)
- Sabar dan Konsisten: Sabar dan konsisten dalam melatih anak bertanggung jawab, karena proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap-siap, dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (TQS. Al-Imran: 200)
Baca Juga : Tauhid Sebagai Landasan Pendidikan Anak
Era di mana generasi digempur oleh informasi, contoh dan nilai-nilai yang tidak Islami membuat tugas orang tua jauh lebih berat. Tapi seiring beratnya tugas itu, Allah janjikan pahala yang juga besar, yang bahkan hasilnya bisa kita tuai walaupun kita sudah tiada “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya mereka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan tentang (keselamatan) mereka. Maka hendaklah mereka takut kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (TQS. An-Nisa: 9).
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya ketika seorang anak Adam wafat, maka terputuslah semua amalannya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang mendoakan untuknya.'” (HR. Muslim)
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ensiklopedia Indonesia, Psikologi, Teori Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility Theory)
[2] Tafsir Imam Ibnu Katsir