Diantara Sifat Orang Berilmu

Ebook

Oleh : Rahmah Khairani, S.Pd.

Pada tulisan sebelumnya telah dijabarkan dua adab orang berilmu yaitu memiliki sifat muraqabatullah dan menjaga ilmu. Di tulisan ini akan dibagikan tiga adab lainnya. Pertama, memiliki sifat zuhud. Hendaknya seorang ‘alim menghiasi dirinya dengan sifat zuhud. Zuhud adalah tidak memiliki hasrat besar terhadap dunia. Orang yang berilmu akan meminimalisir dirinya dari apa-apa yang ada di dunia. Misalnya, ia bekerja hanya sekedar untuk bisa memenuhi hajat dirinya dan keluarganya, tidak sampai membahayakan dirinya dan keluarganya.

Hasan Al-Basri berkatan, zuhud adalah dunia itu berada di tanganmu, bukan di hatimu. Derajat orang berilmu paling rendah adalah menjauhi keterikatan dirinya dengan dunia. Karena orang berilmu adalah orang yang paling tahu tentang godaan dan kesulitan dunia. Maka, dialah orang yang lebih patut untuk tidak menoleh kepada dunia.

Baca Juga : Tauhid Sebagai Landasan Pendidikan Anak

Yahya bin Muadz berkata, “Seandainya dunia adalah emas yang fana dan akhirat adalah tanah liat yang kekal, pastilah seharusnya bagi orang yang berakal, ia lebih memilih tanah liat yang kekal daripada emas yang fana. Namun sesungguhnya, dunialah yang merupakan tanah liat yang fana sedangkan akhirat adalah emas yang kekal.”

Ebook-1

Kedua, memuliakan ilmu dengan tidak menjadikannya sebagai anak tangga untuk meraih kepentingan dunia. Misalnya menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai dunia; kedudukan; harta; nama baik; dan popularitas agar orang berkhidmat kepadanya; atau hendak bersaing kepada rekan-rekannya. Imam Syafi’I rahimahullah berkata, “Aku menginginkan orang-orang yang belajar ilmu agar tidak ada satu huruf pun yang disandarkan kepada diriku.” Imam Syafi’I adalah salah satu ulama yang zuhud dan tawadhu’. Karya-karyanya mendunia hingga saat ini, seakan Allah menjaga ilmunya dan meridhoi apa yang beliau tulis hingga sampailah ilmu itu pada umat setelah wafatnya. Perkataan beliau tersebut menunjukkan keikhlasan beliau terhadap ilmu dan kezuhudan beliau terhadap dunia. Beliau tidak berniat menghasilkan karya untuk dikenang dan populer, melainkan murni untuk mencari ridho Allah.

Ketiga, menghindari pekerjaan rendah dan menjauhi sumber munculnya tuduhan. Hendaknya seorang ‘alim menghindari pekerjaan yang rendah secara adat dan makruh secara syar’I, seperti pembekam; menyama’ kulit, jual beli mata uang; mengolah barang tambang. Juga menjauhi tempat-tempat yang memunculkan tuduhan yang macam-macam kepada dirinya.

Orang yang berilmu harus meninggalkan sesuatu yang bisa mencederai harga dirinya atau sesuatu yang secara lahir diingkari meskipun secara bathin boleh. Karena ia memosisikan dirinya bisa dicela orang-orang dan menjerumuskan orang-orang dengan dosa mencela. Contoh, apabila seorang ‘alim masuk ke tempat hiburan malam dengan niat ingin berdakwah; atau orang ‘alim (laki-laki) keluar rumah hanya memakai baju tanpa lengan dan celana pendek. Sebaiknya ini dihindari.

Baca Juga : Ternyata Tidak Semua orang Berilmu Akan Beruntung!

Jika sesuatu tersebut terjadi karena ada hajat atau lainnya, maka dia sebaiknya menjelaskannya kepada siapa yang melihatnya, menjelaskan hukum, alasan, dan tujuannya, agar orang yang melihat itu tidak terjatuh ke dalam dosa karenanya atau menjauh darinya dan tidak berkenan belajar kepadanya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah mengalami hal demikian yakni saat beliau sedang bersama seorang wanita tengah berbincang. Kemudian lewat dua orang laki-laki yang melihat mereka, lalu keduanya menghindar. Sebagaimana kita ketahui bahwa istri-istri Nabi Shallallahu’alaihi wasallam mereka keluar rumah dengan menutup aurat secara sempurna dan memakai cadar. Rasulullah memanggil mereka, “Tunggu, tetaplah kalian di tempat, sesungguhnya wanita ini adalah Shaffiyah.” Kemudian Nabi bersabda, “Sesungguhnya setan mengalir pada manusia pada aliran darahnya, aku takut dia menyusupkan sesuatu ke dalam hati kalian, lalu kalian berdua celaka.”  Rasulullah menjelaskan kepada dua orang laki-laki tersebut, agar mereka tahu bahwa yang sedang bersama Rasulullah adalah istri beliau, bukan wanita asing, sehingga tidak timbul fitnah diantara mereka.

Inilah pentingnya orang yang berilmu untuk memperhatikan aktivitasnya agar tidak memunculkan prasangka buruk orang lain terhadapnya. Bersikap zuhud, tidak mejadikan ilmunya sebagai alat mencapai hal duniawi yang bathil, serta menghindarkan diri dari perkara yang akan menimbulkan tuduhan adalah dintara adab seorang berilmu terhadap dirinya sendiri. Adab-adab selanjutnya in Sya Allah akan dibahas di tulisan berikutnya. Wallahua’alam.

Sumber: Kajian Kitab Tadzkiratussami’ wal mutakallim

Ebook-2
×

 

Assalamualaikum!

Silahkan klik tombol ini untuk terhubung dengan whatsapp kami!

× Chat Disini!