Oleh : Rahmah Khairani, S.Pd.
Keberuntungan adalah suatu hal yang menggembirakan. Di dalam Islam, keberuntungan sering dikaitkan dengan keimanan. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam QS. Al-Mu’minun ayat pertama, قَدۡ اَفۡلَحَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَۙ “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.” Di ayat-ayat selanjutnya disebutkan bahwa keberuntungan itu akan diraih oleh orang beriman dengan syarat, yaitu yang khusyuk dalam sholatnya; yang menjauhkan diri dari perkara tak bermanfaat; yang menunaikan zakat; yang menjaga kemaluannya kecuali pada yang halal; yang memelihara janji dan sholat.
Keimanan yang kuat akan melahirkan ketaatan yang kuat pula. Kuatnya keimanan diawali dari pengetahuannya terhadap agama. Semakin baik pemahamannya terhadap agama akan berimplikasi pada baiknya amal, sementara baiknya amal adalah ciri-ciri dari ketaatan seorang hamba kepada Rabbnya. Inilah korelasi antara keberuntungan dengan seseorang yang memahami agamanya, yaitu orang yang berilmu.
Baca Juga : Membangkitkan Kembali Tradisi Intelektual Muslimin
Namun, ternyata tidak semua orang berilmu akan beruntung. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu’alaihi wasallam,
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
“Barangsiapa menuntut ilmu untuk mendebat orang-orang bodoh, untuk menyaingi para ulama, atau agar memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka” (HR. At-Tirmidzi).
Di hadits lain juga disebutkan tentang orang berilmu namun justru tidak beruntung,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa menuntut ilmu yang sepatutnya dituntut karena wajah Allah, tetapi dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan bagian dari dunia, maka dia tidak akan mencium aroma surga pada Hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud).
Dua hadits di atas mengandung ancaman dan celaan terhadap orang berilmu yang salah dalam niatnya menuntut ilmu. Jika mencari ilmu agama diniatkan untuk hal-hal yang datangnya selain dari Allah maka ini justru akan menjauhkan dirinya dari Allah. Contohnya, orang yang mencari ilmu demi ambisi dunia seperti beroleh kedudukan, harta, ataupun pengikut (followers) dan murid. Padahal sejatinya, ilmu dicari untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan hal-hal yang dipuji olehNya, bukan sebaliknya melakukan hal-hal yang dicela oleh Allah dan rasulNya.
Baca Juga : Komunikasi Orang Tua Kepada Anak dalam Perspektif Al-Qur’an
Bahkan di riwayat yang lain diceritakan malapetaka yang lebih dahsyat bagi orang-orang berilmu yang salah meletakkan niatnya.
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ
Sesungguhnya manusia pertama yang urusannya diputuskan pada Hari Kiamat-Nabi menyebutkan tiga orang dan di dalamnya disebutkan-: “…Dan seorang laki-laki yang belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an, di didatangkan, Allah mengingatkannya terhadap nikmat-nikmatNya, maka dia mengakuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang kamu lakukan padanya?’ Dia menjawab,’Aku belajar ilmu dan mengajarkannya karenaMu, aku membaca al-Qur’an karenaMu.” Allah berfirman, ‘Kamu berbohong, akan tetapi kamu belajar ilmu agar dikatakan, ‘Orang yang berilmu.’ Kamu membaca al-Qur’an agar dikatakan, ‘Qari’.’ Dan itu telah dikatakan.’ Kemudian diperintahkanlah untuk menyeretnya (tersungkur) di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam api neraka” (HR. Muslim dan an-Nasa’i).
Adapun orang-orang berilmu (‘ulama) yang memiliki fadhilah-fadhilah karena ilmunya adalah mereka yang ‘amil, yaitu ulama yang mengamalkan ilmunya. Merekalah orang-orang mulia lagi bertakwa. Mereka hanya mengarapkan wajah Allah yang mulia dan mencari kedekatan kepada Allah di syurga. Tidak ada niat di dalam hati mereka kecuali hanya untuk Allah Ta’ala semata. Inilah orang berilmu yang beruntung. Wallahua’lam. (RK)
Sumber: Kitab Tadzkiratussami’ wal Mutakallim