Pantaskah Guru Mengatakan “Aku Tidak Tahu!” Sementara Dia Orang Berilmu?

Ebook

Oleh : Rahmah Khairani, S.Pd.

Di tulisan kali ini, akan dibahas tiga adab guru terhadap majelisnya. Pertama, menjaga pelajaran dari kegaduhan dan perdebatan. Di zaman sekarang, salah satu masalah yang sering dihadapi seorang guru di dalam majelis atau kelasnya adalah kegaduhan. Ketidaktertiban para murid membuat proses belajar mengajar menjadi kurang kondusif. Akibatnya, timbul beberapa masalah setelahnya seperti durasi belajar yang terenggut, tujuan pembelajaran yang tidak mencapai target, timbul adab-adab buruk kepada guru dan sesama teman, dan sebagainya.

Sebagai seorang guru, maka guru harus menjaga pelajaran dari kegaduhan dan perdebatan sebelum kedua masalah tersebut muncul. Karena kesalahan dapat timbul dari kegaduhan di dalam majelis. Suara-suara yang keras dan perselihan cara pandang juga menambah ketidaknyamanan suasana belajar. Padahal tujuan orang-orang berkumpul di majelis atau ruang kelas belajar adalah untuk mengetahui kebenaran, mencari kejernihan hati, dan mencari faidah-faidah. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang guru menepis kegaduhan sejak dini dengan lembut sebelum kegaduhan itu membesar dan membuat semua orang emosional.

Baca Juga : Tingkatan Pergaulan Orang yang Berilmu

Guru dapat menjelaskan tata tertib atau adab-adab belajar sesaat sebelum majelis atau kelas dimulai. Guru mengingatkan kepada semua murid bahwa tujuan belajar mereka tidak akan tercapai jika suasananya tidak kondusif. Dengan demikian, diharapkan niat di hati para murid kembali lurus belajar untuk mendapat ilmu bukan gengsi.

Ebook-1

Kedua, memperingatkan siapa yang melanggar dan menyelisihi adab. Memang bukanlah hal yang mudah membuat suasana belajar menjadi tenang dan kondusif. Untuk itu guru harus juga bersikap tegas. Jika ada yang melanggar, maka guru harus memperingatkannya. Banyak kejadian menunjukkan sikap para murid yang menentang dan kurang ajar. Ada pula yang bersikukuh dengan pendapatnya pada hal-hal yang telah diketahui kebenarannya dengan jelas. Apalagi murid berteriak-teriak tanpa faidah dan berlaku tidak sopan kepada orang lain. Ada juga murid yang suka memosisikan dirinya lebih tinggi di majelis daripada orang lain. Banyak juga yang tidur saat belajar, ngobrol dengan orang lain, tertawa, dan mengolok-ngolok teman belajarnya. Sebelum masalah-masalah ini terjadi, guru terlebih dahulu harus menperingatkannya. Guru dapat meminta seorang murid yang paling cerdas dan terlatih untuk menjadi asistennya. Asisten ini lah yang membantu mengatur ketertiban belajar.

Baca Juga : Tauhid Sebagai Landasan Pendidikan Anak

Ketiga, bersikap objektif dan mengakui ketidaktahuannya untuk sesuatu yang tidak diketahuinya. Saat mengajar, guru harus memegang sikap objektif baik dalam pelajaran maupun dalam perkataannya, agar murid tidak bingung dan keliru. Ketika guru mendengar pertanyaan dari murid, maka ia harus menyimak dengan baik sekalipun yang bertanya adalah anak kecil. Terkadang, ada penanya yang kurang bisa menjelaskan maksud pertanyaannya sehingga kalimatnya menjadi berantakan dan sulit dicerna. Dalam kondisi ini, maka guru membantu mengungkapkan maksud pertanyaan tersebut.

Ada pula kondisi dimana guru kurang menguasai apa yang ditanyakan murid. Maka, dia harus berani mengatakan bahwa dia tidak tahu. Apabila ia menolak mengatakan “tidak tahu” sementara ia benar-benar tidak tahu, maka dia akan terkena bencana, yakni dia telah menjerumuskan orang ke dalam kesalahan. Sikap mengakui diri “tidak tahu” juga harus diwariskan kepada murid-muridnya. Apabila murid mengamalkannya maka ini adalah suatu keberhasilan didikan seorang guru.

Baca Juga : Penyebab Gagalnya Kurikulum Pendidikan Hari Ini

Jawaban orang yang berilmu ketika dia tidak tahu kemudian dia menjawab “aku tidak tahu” bukanlah sesuatu yang akan menurunkan martabatnya. Sebaliknya, ia justru sedang mengangkat martabatnya. Karena hal itu merupakan sikap kehati-hatian yang mencerminkan ketakwaan di dalam dirinya. Ini adalah gambaran seseorang yang memiliki hati yang bersih dan niat yang baik.

Sebaliknya orang yang berpura-pura tahu adalah orang yang lemah ilmunya. Dia mengajar bukan untuk meraih ridho Allah, tetapi hanya takut martabatnya jatuh di hadapan manusia, padahal sikap tersebut menjatuhkan martabatnya. Wallahua’lam bish showab.

Sumber: Kajian Kitab Tadzkiratussami’ wal mutakallim.

Ebook-2

Leave a Comment