MEMBUKA SMK JURUSAN GIM, BAGAIMANA PANDANGAN PENDIDIKAN ISLAM? 

Oleh : Ustadz Abdullah Efendy, M.Pd., C.BAS.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyebut nilai pendapatan dari industri gim atau aplikasi permainan yang berkembang di Indonesia mencapai Rp 25 triliun selama 2022. Data yang menggiurkan sekaligus menjadi jenjang karir yang mentereng ini, diaminkan melalui kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan Industri Gim Nasional yang diharapkan sudah bisa diimplementasikan pada 2024.

Untuk menunjang program itu pemerintah juga membuka SMK jurusan pengembangan gim, salah satunya SMK 12 di Kota Surabaya. Juga di beberapa SMK lainnya seperti SMK Negeri 7 Pekanbaru, SMK Negeri Mojoagung, SMK Negeri 1 Pandeglang, SMK Hang Tuah Jakarta dan akan menyusul SMK-SMK lainnya. Dari kategori jurusan asalnya yakni Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) menjadi Program Pengembangan Perangkat Lunak dan GIM. Beberapa ruang lingkup pekerjaan di bidang ini adalah Software Developer, Game Development, Software Tester, Software Engineering, Software Analis dan Integrator, IT Consultant dan Programmer. Terbitnya Perpres ini diharapkan bisa mendorong kemunculan pelaku industri kreatif permainan sehingga potensi pendapatan yang didapat Indonesia itu bisa dinaikkan dari 0,5% menjadi 70% pada 2024.

Meski demikian pendapatan dari industri permainan ternyata 99.5% mengalir ke luar negeri dan hanya 0,5% yang dinikmati Indonesia. Hal ini karena penyedia aplikasi gim, mayoritas berasal dari luar negeri. Sebut saja seperti : Nintendo (Jepang), Sony Interactive Entertainment (Jepang), Microsoft Game Studios (Amerika Serikat), Electronic Arts (Amerika Serikat), Ubisoft (Prancis), Activision Blizzard (Amerika Serikat), Square Enix (Jepang), Epic Games (Amerika Serikat), Valve Corporation (Amerika Serikat), Rockstar Games (Amerika Serikat), CD Projekt (Polandia), Capcom (Jepang), Sega (Jepang) dan masih banyak lainnya.

JURUSAN GIM, Hanya Mengikuti Selera Pasar!

Menyoroti fakta demikian, dapat kita tarik kesimpulan bahwa regulasi pemerintah diambil dengan dua alasan, yakni peluang pendapatan dari industri gim dan tentunya alasan tren pasar global. Sebab kebijakan tersebut, tidak bisa terlepas dari kecenderungan selera pasar hari ini, yang melihat teknologi, sedang naik daun atau menggiurkan dalam menghasilkan cuan. Maka, pendidikan hari ini yang berasas sekularisme, memang memandang bahwa pendidikan adalah cara untuk menghasilkan materi. Mempersiapkan output lulusan yang ahli menjadi seorang  programer atau developer game, telah nyata hanya melihat sisi kebutuhan dunia industri saja! Mempersiapkan lulusan yang siap menjadi mesin-mesin industri, siap kerja, siap mengabdi untuk memperkaya dan melanggengkan hegemoni Kapitalis.

Kapitalisme memandang, bahwa pendidikan adalah wadah untuk menghasilkan berbagai peluang materi. Para peserta didiknya, memang dipersiapkan untuk memiliki keterampilan hidup untuk mendapatkan materi. Prestige mereka dibangun atas dasar manfaat, semisal memperoleh nilai cumlaude, bekerja di perusahaan multinasional, mendapat beasiswa keluar negeri (khususnya negeri-negeri barat), menjadi seorang CEO perusahaan, atau bekerja di BUMN. Hal ini terlahir dari konsep pendidikan populer, yang merancang manusia menjadi produsen barang dan jasa, meraih kepuasaan individu, dengan asas pada manfaat semata, serta mengabaikan halal dan haram.

Pada akhirnya, pendidikan sekuler justru mengalihkan tujuan utama pendidikan, yang seharusnya bertujuan melahirkan para peserta didik yang shalih, menjadi agent of change, dan melanjutkan estafet dakwah Islam. Membentuk para manusia sesuai dengan tujuan penciptaanya yakni sebagai Abdullah dan Khalifatullah. Bukan justru menjadi susunan baut-baut pelengkap mesin motor kendaraannya kapitalis. 

JURUSAN GIM, MENURUT PENDIDIKAN ISLAM

Penyelenggaraan pendidikan yang sekuleristik, pada akhirnya hanya akan membentuk manusia-manusia sekuler dan materialistik. Maka untuk membentuk manusia-manusia yang berkepribadian Islam, yakni abidus shalih yang mushlih, yang harus kita lakukan pertama kali adalah membahas dan menetapkan visi & misi pendidikan islam itu sendiri. Visi adalah satu kata yang sangat menarik, dan Islam juga hadir sebab sebuah visi. Secara sederhana visi didefinisikan sebagai pandangan jauh kedepan tentang sebuah impian, sebuah cita. Lalu Misi, adalah tindakan strategis untuk mencapai visi tersebut. Misi haruslah terintegrasi dan diemban dengan kesungguhan. Dalam kehidupan ini, visi dari diturunkannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk menyampaikan huda linnas, menyampaikan Rahmatan Lil Alamin yang datang dari Illah dan Rabb-nya manusia, Yakni Allah Ta’ala. Kita menyebutnya dengan Ad-Dinul Islam, melalui sumber hukum Al-Qur’an dan Sunnah. 

Inilah visi kehadiran nabi, beliau dihadirkan oleh Allah, untuk visi mengemban Islam. Sehingga untuk mencapai visi mulia tersebut, dilakukanlah misi yang kita kenal dengan dakwah fisabilillah, yang secara bertahap mulai dari individu, berjamaah, hingga mendirikan Negara yang kita kenal dengan Daulah Islamiyah Nabawiyah

BACA JUGA : Sejarah Oxford, Terinspirasi dari Pendidikan Islam?

Perjalanan misi ini dimulai dengan dakwah mengajak orang-orang terdekat Nabi untuk memeluk Islam. Beliau mengajak istrinya, Khadijah, kemudian putra pamannya, Ali. Selanjutnya mengajak maula (budak)-nya, yaitu Zaid. Sahabat karibnya, Abu Bakar, lalu mengajak sebagian masyarakat Arab saat itu. Keislaman Abu Bakar, juga menjadi wasilah dakwah Islam, saat beliau mendakwahkan para pedagang Makkah yang dekat dengan Abu Bakar masuk kedalam Islam, diantaranya Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah, seluruhnya masuk ke dalam Islam. 

Pendidikan, sesungguhnya adalah bagian dari misi dakwah tersebut. Dakwah sendiri adalah bagian dari mendidik manusia! Maka kita mengenal didalam pendidikan Islam, dengan istilah at-tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib, at-tilawah, at-tazkiyah, al-tafaqquh dan at-tafakkur yang  semuanya mengacu pada pola pendidikan manusia untuk mengenal Rabb-nya, memiliki akhlak, adab, etika, sopan santun, berpakaian, makan, minum, beribadah dengan apa yang telah Allah turunkan melalui Islam. 

Sebagaimana yang terdapat pada wahyu, maka dirincikan setidaknya 2 tujuan penciptaan manusia dalam kehidupan ini, yang pertama adalah sebagai Khalifatullah dan kedua sebagai Abdullah. Tujuan sebagai Khalifatullah, Allah sampaikan di dalam Al-Qur’an;

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. (QS. Al Baqarah : 30)

Dan sebagai Abdullah, Allah sampaikan di dalam firman-Nya : 

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat : 56)

Adapun dalil wajibnya pendidikan didalam Islam, terdapat pada hadist Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, Beliau bersabda ;

“Menuntut ilmu agama adalah kewajiban (fardhu) atas setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224)

Dalil ini menjadi landasan wajibnya pendidikan didalam Islam, sebagai misi dakwah untuk memahamkan manusia akan syariat Allah dan bekal sebagai Khalifatullah. Islam membaginya menjadi ilmu fardhu ‘ain (kewajiban individu) semisal Ilmu Akidah, Bahasa Arab, Ilmu Al-Qur’an, Fikih Ibadah, Fikih Muamalah, Fikih Siyasah, Akhlak, serta Tsaqofah islam lainnya. Dan ilmu yang bersifat fardhu kifayah (kewajiban kolektif) semisal Ilmu Kedokteran, Sains, Teknologi, Robotic dan sebagainya. 

Keseriusan Nabi dalam mendidik, dimulai dari memilih para pengajar atau guru terbaik. Sosok pengajar yang pertama kali diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu. yang diutus ke Yastrib (Nama kota Madinah sebelum peristiwa hijrah) untuk mendakwahkan Islam, sehingga Mush’ab dijuluki sebagai al-muqri atau Muqri’ul Madinah. Sebuah gelar pertama bagi seorang pengajar yang mendakwahkan Al-Qur’an, yang belum pernah dikenal istilah tersebut sebelumnya.

Baca Juga : Pendidikan Utama & Pertama Dalam Islam

Pasca Peristiwa Badar, kemenangan kaum muslimin menyebabkan banyak tawanan perang dari pihak Quraisy. Disebutkan dalam kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir Rahimahullahu, digambarkan bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan tawanannya dengan 4 cara. Salah satunya bagi tawanan yang tidak memiliki harta, namun bisa membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan jika mau mengajari umat Islam baca tulis. Al Waqidi menjelaskan, tebusan tawanan tersebut antara 1.000 – 4.000 dirham, kecuali orang-orang miskin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membebaskan mereka dengan kompensasi mengajarkan baca tulis kepada putra putri kaum anshar. Hal yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Beberapa tawanan perang Badar ada yang tidak memiliki uang untuk tebusan, maka Rasulullah menjadikan tebusannya dengan mengajar anak-anak Anshar”. 

Maka terang dan jelaslah visi dan misi pendidikan Islam, selaras dengan visi dan misi dakwah Islam. Pendidikan hadir, sebagai upaya memahamkan manusia akan tugasnya sebagai Khalifatullah dan Abdullah. Yang dikelola sistematis dalam bentuk pendidikan terbaik. Dimulai dari peran fungsional keluarga (orang tua), masyarakat, dan Lembaga Pendidikan yang teregulasi melalui Politik Pendidikan Negara. Politik Pendidikan Negara termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis Negara dalam bidang pendidikan. Sebagai bentuk ri‘âyah asy-syu’ûn al- ummah (pengelolaan urusan rakyat), sebagai penerapan atas dalil bahwa menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim. 

Upaya mendidik seluruh generasi yang merupakan warga negara (baik muslim maupun non muslim) tersebut, adalah bagian dari cara terbaik untuk keberlangsungan dakwah Islam. Setiap yang terdidik, maka ia berkewajiban menerapkan ilmunya dan menyampaikan kepada manusia lainnya (dakwah). Dengan tujuan membentuk Aqidah yang lurus, serta Tsaqofah Islam, sebagai bekal kepribadian Islam bagi generasi berikutnya! Islam juga tidak mengabaikan ilmu seputar teknologi, Robotic, Programing dan sebagainya. Selama itu memang dibutuhkan sebagai peran muslim sebagai Khalifatul fil Ardh. Namun, asas mempelajarinya bukan sebab mencari kepuasaan materi. Melainkan mempelajarinya demi kemaslahatan dakwah. Islam memandang mencari ilmu itu ibadah, bukan mencari materi. Ghayah (tujuan)-nya adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah Ta’ala. Dengan masifnya teknologi, dakwah bisa lebih luas tersyiarkan. Dengan menguasai programing, banyak aplikasi keislaman yang bisa diciptakan. Dengan mempelajari dunia sains, banyak penemuan-penemuan yang bisa disumbangsihkan pada peradaban Islam dan umat manusia. Sebagaimana yang dilakukan oleh ilmuwan di zaman kejayaan Islam terdahulu, seperti Al-Hassan Ibn Al-Haytham, Al-Khawarizmi ,  Jabir Ibn Hayyan , Al-Zahrawi dan tokoh ilmuwan lainnya. Wama taufiqi Illa Billah []

×

 

Assalamualaikum!

Silahkan klik tombol ini untuk terhubung dengan whatsapp kami!

× Chat Disini!